Rabu, 08 Mei 2013

REAKSI ENZIMATIS PADA PEMBUATAN KECAP

Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam dan bumbu untuk meningkatkan cita rasa makanan. Untuk mengambil sari-sari kedelai pada proses pembuatan kecap diperlukan teknik pemecahan atau perombakan zat-zat yang terdapat dalam kedelai dengan proses fermentasi.

Fermentasi berasal dari bahasa latin ferfere yang artinya mendidihkan, yaitu berdasarkan ilmu kimia terbentuknya gas-gas dari suatu cairan kimia yang pengertiannya berbeda dengan air mendidih. Gas yang terbentuk tersebut diantaranya karbondioksida (CO2) (Herlina, 2002). Menurut Nurmalis (2008), pada prinsipnya fermentasi merupakan proses penguraian substrat organik yang komplek menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana dengan adanya aktivitas enzim dan mikroba dalam keadaan yang terkontrol. Berdasarkan sumber mikroba yang berpengaruh dalam fermentasi, fermentasi dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu fementasi spontan dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan terjadi pada makanan yang dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroba dalam bentuk starter tetapi mikroba yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang biak secara spontan karena lingkungan hidupnya yang dibuat sesuai dengan pertumbuhannya, sedangkan fermentasi tidak spontan terjadi pada makanan yang dalam pembuatannya ditambahkan mikroba dalam bentuk kultur atau starter. Mikroba tersebut akan berkembang biak dan aktif dalam mengubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan (Fardiaz, 1992)

Pada proses fermentasi terjadi pemecahan karbohidrat menjadi alkohol dan karbondioksida (CO2). Namun banyak proses yang disebut fermentasi tidak selalu menggunakan substrat karbohidrat sebagai media fermentasi yang menghasilkan alkohol dan karbondioksida (CO2) saja. Selain karbohidrat, protein dan lemak juga dapat dipecah oleh mikroba atau enzim tertentu untuk menghasilkan asam amino, asam lemak dan zat-zat lainnya. Terdapat dua tahap fermentasi untuk membuat kecap. Jenis kapang yang baik untuk pembuatan kecap ada dua macam yaitu Aspergillus wentii dan Aspergillus oryzae.

Pada tahap fermentasi yang pertama, kapang yang diharapkan tumbuh pada kedelai adalah berwarna putih (miseliumnya) dan apabila sudah tua berubah menjadi berwarna coklat sampai hitam kopi. Untuk menghasilkan kecap yang baik sekali harus digunakan kapang jenis Monilia sitophila (Neuspora sitophila) yang berwarna jingga. Biji kedelai dapat diubah oleh kapang menjadi zat-zat protein sederhana (pepton, peptida dan asam-asam amino) dan karbohidrat sederhana (maltosa, glukosa dan galaktosa).

Selama proses fermentasi pertama, kapang memproduksi enzim yang memecah komponen zat-zat dari kedelai, tetapi pemecahan ini belum sempurna. Berbagai jenis asam amino glutamat dan garam-garamnya yang memberi rasa khas kecap belum bisa terlarutkan dalam air. Dengan demikian fermentasi pertama harus dihentikan agar tidak menimbulkan efek samping yang merugikan, sebab bila berlanjut akan mengundang bakteri pembusuk lainnya yang tidak diinginkan.

Untuk mengambil sari-sari zat dalam  kedelai sehingga dapat terlarutkan dalam air sebanyak-banyaknya, maka dilakukan fermentasi tahap kedua yang disebut fermentasi moromi. Pada tahap ini dilakukan di dalam larutan air garam 20%-30%. Dalam fermentasi ini mikroba yang aktif adalah sejenis bakteri (Lactobacillus sp. dan Zygosaccharomyces sp.) atau dari golongan khamir (Hansenulla sp.).

Pada fermentasi ini kedelai yang telah mengalami proses koji dicampur dengan larutan garam dan difermentasi selama 1 minggu sampai 4 bulan (Panghegar, 1989). Selama fermentasi garam, mikroba yang berperan adalah Zygosaccharomyces dan Hansenula (khamir) serta Lactobacillus (bakteri) (Koswara, 1992). Konsentrasi garam yang digunakan biasanya sekitar 20-25% (Krisno, 1990). Selama proses moromi biasanya selalu dilakukan proses pengadukan setiap harinya (Suriadi, 1992). Hal ini dilakukan untuk menjaga keseragamankonsentrasi garam, merangsang pertumbuhan bakteri, dan mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan, terutama mikroba pembusuk (Wibowo, 1990). Pada fermentasi garam terjadi perubahan-perubahan fisik dan kimia yang merupakan lanjutan dari proses koji. Enzim yang dikeluarkan oleh kapang masih bekerja terus, sedangkan kapangnya sendiri mati dalam lingkungan garam. Aktifitas enzim ini memengaruhi kandungan protein, kadar nitrogen terlarut, dan gula pereduksi pada moromi yang dihasilkan. Total nitrogen terlarut dan formol nitrogen mengalami peningkatan selama satu bulan fermentasi. Apabila fermentasi dilanjutkan ternyata tidak menunjukkan banyak perubahan (Wijaya, 1988).

Rasa atau flavor terbentuk saat proses fermentasi moromi yaitu tahap fermentasi dalam larutan garam 20% (Koswara, 1997). Faktor yang berpengaruh terhadap kualitas rasa kecap yaitu proses fermentasi kapang, karena pada proses ini kapang akan mengeluarkan enzim yang memecah substrat menjadi senyawa terlarut. Kadar senyawa terlarut tersebut menentukan rasa kecap. Penambahan garam dalam proses fermentasi moromi berfungsi untuk menarik senyawa nitrogen terlarut yang ada dalam koji ke dalam larutan garam supaya kecap yang dihasilkan enak. Rasa spesifik kecap juga ditentukan oleh jenis bumbu yang digunakan dan penambahan gula kelapa, sehingga dengan komposisi bumbu yang berbeda akan memberikan rasa yang berbeda juga. Bakteri asam laktat akan tumbuh pada awal fermentasi, memproduksi asam laktat dan menurunkan pH moromi (Rahayu dkk., 1993). Salah satu faktor yang menguntungkan dari pertumbuhan bakteri ini adalah terbentuknya rasa pada kecap. Penurunan pH fermentasi juga dapat menstimulasi pertumbuhan khamir yang penting dalam pembentukan rasa kecap (Rahayu dkk, 2005).

Selama fermentasi moromi, mikroba yang paling berperan adalah Tetragenococcus halophila dan fermentasi asam laktat adalah bakteri halofilik dan khamir Zygosaccharomyces rouxii (Roling, 1995). Pada tahap ini tumbuh bakteri yang mampu memproduksi asam organik terutama asam laktat, suksinat dan fosfat. Asam-asam ini akanmenurunkan pH larutan garam menjadi 4,8-5,0. Selain itu khamir aktif dan merombak gula pereduksi menjadi senyawa penting dalam pembentukan flavor (Roling, 1995).

Degradasi enzimatik protein dari material sampai menjadi peptida, asam amino bebas dan amonia hampir berhenti dalam 2 atau 3 bulan, tergantung dari suhu. Karbohidrat dihidrolisis menjadi heksosa dan pentosa, dan komponen-komponen tersebut dimetabolisme sebagian menjadi sekitar 1% asam laktat dan asam organik lainnya oleh Pediococci dan sebagian lagi menjadi 2-3% etanol dan komponen minor pembentuk flavour oleh khamir. Berbagai macam pola metabolisme oleh Pediococci dalam moromi, yaitu :
  1. Homofermentasi : Glukosa menjadi 2 mol asam laktat
  2. Heterofermentasi : Glukosa menjadi 1 mol asam laktat, etanol, asam asetat, CO2, aseton dan  butanol.
  3. 67 pola aliran metabolisme untuk arabinosa, laktosa, melobiosa, mannitol dan sorbitol.
  4. Aliran metabolik untuk asam amino dan asam sitrat

Pengaruh Suhu Terhadap Fermentasi
Di Indonesia, pada fermentasi moromi dalam proses pembuatan kecap, dilakukan di ruangan terbuka yang terpapar sinar matahari. Belum ada informasi ilmiah tentang kondisi fermentasi moromi yang diletakkan di luar ruangan yang terpapar sinar matahari atau suhu moromi. Kondisi lingkungan menentukan pertumbuhan mikroorganisme bakteri asam laktat (BAL) dan yeast yang ada dalam fermentasi moromi.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa suhu pada fermentasi moromi merupakan faktor penting dalam proses aging dan menentukan kualitas kecap. Dari hasil peneltian terdahulu, peneliti menyarakan agar pada saat proses aging kecap lebih baik dipertahankan pada sushu 15ᵒC selama bulan pertama fermentasi dan bertahap dinaikkan menjadi 30ᵒC (Chou dan Ling, 1999). Kemudian, Jansen et al, (2003) menemukan bahwa produksi fusel alkohol sebagai senyawa flavor dalam kecap yang diproduksi oleh Z. rouxii juga tergantung pada suhu fermentasi. Penelitan Wu et al., (2010) menyatakan bahwa perbedaan suhu (25, 35 dan 45ᵒC) akan mempengaruhi pertumbuhan mikroflora dan reaksi kimia dalam pemecahan substrat yang akan menentukan flavor dari kecap.

DAFTAR PUSTAKA
Purwoko, T. dan Handayani, N. S. 2007. Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus. Jurnal Biodivesitas 8(2): 223-227.

Rahayu, A., dkk. 2005. Analisis Karbohidrat, Protein, dan Lemak pada Pembuatan Kecap Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala) terfermentasi Aspergillus oryzae. Jurnal Bioteknologi 2(1): 14-20.

Rosida, D., F., dkk. 2003. Karakteristik Moromi dan Kecap Manis Serta Kajian Aktivitas Antioksidannya. Program Studi Teknologi Pangan, UPN ”Veteran” Jawa Timur.

Warintek. 2003. Kecap. http://warintek.progessio.or.id/ttg/pangan/kecap.htm. [15 April 2013].

Wu et al. 2010. Effect of Temperature on Moromi Fermentation of Soy Sauce With Intermitten Aeration. Journal of Biotechnology 9(5): 702-706.

Wulandari, A. G. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi Moromi Terhadap Kualitas Filtrat sebagai Bahan Baku Kecap. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar