PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan telah berkembang sangat pesat. Pada awal 1980-an. Ditemukan teknologi molekuler yang berbasis pada DNA. Marka molekuler merupakan alat yang baik bagi pemulia dan ahli genetik untuk menganalisis genom mahluk hidup. Marka molekuler dapat diartikan pula sebagai upaya untuk membedakan karakteristik mahluk hidup pada tingkat gen. Penggunaan marka molekuler utamanya untuk memonitor variasi susunan DNA di dalam dan pada sejumlah spesies serta merekayasa sumber baru variasi genetik dengan mengintroduksi karakter-karakter yang baik.
Identifikasi galur-galur dengan bantuan marka molekuler juga sangat bermanfaat dalam analisis sidik jari (fingerprinting), karena dapat memberikan informasi untuk perencanaan program pemuliaan, terutama dalam pembentukan segregasi baru, varietas hibrida dan sintetik unggul baru serta dalam menentukan tetua yang digunakan untuk memilih pasangan persilangan baru.
Pemilihan marka molekuler yang akan digunakan dalam analisis genetic perlu mempertimbangkan tujuan yang diinginkan, sumber dana yang dimiliki, fasilitas yang tersedia serta kelebihan dan kekurangan masing-masing tipe marka. Langkah awal pelaksanaan marka molekuler adalah mengambil bagian hewan atau tumbuhan, biasany berasal dari daun-daun muda atau sel-sel embrio. Kemudian mengisolasi DNAnya dan dicari bagian yang bertanggung jawab terhadap karakter unggul pada hewan atau tumbuhan tersebut. Biasanya DNA yang diisolasi kemudian akan dihubungkan dengan bank data genetika untuk mengidentifikasi gen dan menduga karakter yang diekspresikan. Melalui marka molekuler maka kepemilikan varietas akan diperkuat dengan identitas tumbuhan atau hewannya secara spesifik dalam bentuk gambar atau karakter gen. selanjutnya informasi tersebut menjadi data pendukung deskripsi fisik yang diperoleh dari hasil observasi langsung di lapangan.
Selama ini UPOV, organisasi perlindungan varietas tanaman internasional dengan Konvensi UPOV 1978 yang diperbaharui dengan Konvensi UPOV 1991 membedakan varietas baru dengan varietas yang sudah ada menggunakan karakter morfologis. Sampai saat ini UPOV belum merekomendasikan penggunaan teknik molekuler untuk uji BUSS. Meskipun demikian, UPOV terus melakukan pengkajian penggunaan marka molekuler seperti mikrosatelit. BUSS (Baru Unik Seragam dan Stabil) merupakan persyaratan utama dalam perlindungan varietas tanaman yang harus dievaluasi melalui uji substantif, untuk membuktikan sifat kebaruan, keunikan, keseragaman, dan kestabilan dari varietas yang dimintakan hak perlindungan varietas tanamannya. Selama ini pembedaan varietas baru dengan varietas yang sudah ada dilakukan secara morfologis. Tetapi karena varietas yang dihasilkan pada umumnya memiliki tetua yang tidak berbeda jauh sehingga secara morfologis susah dibedakan. Apalagi untuk varietas tanaman yang berasal dari spesies dengan keragaman genetik yang sempit, seperti misalnya manggis, hal ini sangat sulit untuk dilakukan. Demikian pula dengan tanaman hias yang diperbanyak secara vegetatif, di mana varietas baru dapat diperoleh dari pemuliaan konvensional melalui persilangan dan seleksi atau variasi yang terjadi secara spontan atau melalui induksi dari varietas asal.
MEKANISME KERJA MIKROSATELIT
Mikrosatelit yang juga sering disebut dengan SSR merupakan alat bantu yang sangat akurat untuk membedakan genotipe, evaluasi kemurnian benih, pemetaan, dan seleksi genotip untuk karakter yang diinginkan. Mikrosatelit tergolong sebagai penanda molekuler yang sangat efektif, yakni sekuen DNA yang bermotif pendek dan diulang secara tandem dengan 2 sampai 5 unit basa nukleotida (dikenal sebagai motif) yang tersebar dan meliputi seluruh genom.
Motif ini misalnya urutan ATT (tri nukleotida) yang kemudian diulang 9-30 kali (ATTATTATTATTATTATTATTATTATTATT). Marka ini sangat berguna sebagai marka genetik karena bersifat kodominan sehingga tingkat heterozigositasnya tinggi yang berarti memiliki daya pembeda antar individu sangat tinggi serta dapat diketahui lokasinya pada DNA sehingga dapat mendeteksi keragaman alel pada level yang tinggi, mudah dan ekonomis dalam pengaplikasiannya karena menggunakan proses PCR.
SSR memiliki tingkat polimorfisme yang tinggi stabil secara somatik dan diwariskan secara Mendelian oleh karena potensi SSR dalam melakukan kesalahan replikasi yang mengakibatkan bertambahnya pengulangan basa nukleotida. Penambahan pengulangan ini terjadi sebanyak 103 per lokus per gamet (satu pada setiap 1000 gamet). Oleh karena itu, SSR dapat dikatakan relatif stabil sehingga dapat dijadikan marka DNA dan akan konsisten menampilkan suatu fragmen yang sama apabila menggunakan primer yang sama (Hartwell et al., 2004). Penanda SSR bersifat multialellik dan mudah diulangi, sehingga baik digunakan untuk mempelajari keragaman genetik diantara genotip-genotip yang berbeda. Selain itu SSR juga bermanfaat dalam mendeteksi tingkat heterosigositas dari genotip-genotip yang akan dijadikan sebagai calon tetua hibrida. Sedangkan kelemahan teknik ini adalah marka SSR tidak tersedia pada semua spesies tanaman, sehingga untuk merancang primer yang baru dibutuhkan waktu yang lama dan biaya yang cukup mahal.
Isolasi marka mikrosatelit yang dilakukan hingga saat ini secara garis besar dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu: pencarian database nukleotida di Gene Bank atau enrichment library dan dual suppression. Pencarian sekuen mikrosatelit pada database nukleotida hanya pada tanaman yang telah lengkap sekuen genomnya, akan tetapi sekuen lengkap tersebut tidak tersedia pada semua jenis organisme. Oleh karena itu banyak dikembangkan metode dengan mengisolasi fragmen-fragmen mikrosatelit dengan membuat pustaka genomnya. Metode enrichment library merupakan metode yang paling banyak digunakan dan telah dimodifikasi untuk meningkatkan presentase fragmen mikrosatelit. Isolasi dengan menggunakan metode enrichment library dapat menggunakan non-probe radioaktif atau probe radioaktif.
Adapun mekanisme kerja dengan menggunakan marka molekuler mikrosatelit (berdasarkan penelitian Matra (2010) tentang Analisis keragaman genetic manggis berdasarkan karakter fenotipe dan marka molekuler mikrosatelit pada empat sentra produksi di pulau Jawa) adalah sebagai berikut:
1) Melakukan ekstraksi DNA
2) Melakukan pemotongan DNA genom dan ligase adaptor.
3) Melakukan hibridisasi filter
4) Meligasi ke vektor dan transformasi
5) Melakukan skrining biru-putih dan koloni berfragmen mikrosatelit
6) Mengisolasi plasmid dan proses sequen
7) Mengkarakterisasi primer
8) Menganalisis lokus mikrosatelit
MANFAAT DAN KEGUNAAN MIKROSATELIT
Penggunaan mikrosatelit dalam studi-studi genetic telah banyak dilakukan untuk studi genetic populasi, ekologi, pemuliaan tanaman, aliran gen (gene flow), dan keragaman genetic intraspesies maupun interspesies. Penggunaan model ikan banyak digunakan untuk studi analisis gene flow karena mudah dilakukan dan dianalisis. Penggunaan ikan dikarenakan mempunyai mobilitas yang tinggi sehingga memungkinkan terjadinya migrasi populasi ikan secara cepat dan lingkungan akuatik yang mudah berubah. Hal ini memungkinkan terjadinya isolasi dari populasi-populasi ikan yang bermigrasi. Penelitian yang diujikan pada ikan seatrout ini menggunakan lima jenis pasangan primer polimorfik. Hasil penelitian mampu menjelaskan asal populasi ikan yang terpisah karena topografi dengan menghitung jumlah alel spesifik yang muncul dalam populasi (Was and Wenne, 2003).
Mikrosatelit umumnya dipakai pada tanaman diploid, sedangkan manggis merupakan tanaman allotetraploid. Penggunaan mikrosatelit pada tanaman allotetraploid telah berhasil membedakan populasi tanaman alfafa. Oleh karena itu, isolasi dan karakterisasi marka mikrosatelit manggis menjadi penting dalam percepatan pemuliaan manggis sebagai tanaman apomiksis. Penggunaan lain dari marka mikrosatelit adalah dapat digunakan sebagai alat penelusuran system kekerabatan manggis (Matra, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian Lumban gaol dkk (2013), identifikasi alel pada populasi monyet ekor panjang di Alas Kedaton menggunakan lokus mikrosatelit D18S536 yang dikaji pada penelitian ini, teridentifikasi 5 jenis alel dengan frekuensi alel tertinggi (0,31) untuk alel 160, dan terendah (0,06) untuk alel 176 serta digolongkan polimorfik. Sedangkan penelitian terdahulu yang sudah dilakukan oleh Paujiah (2011/unpublished) dengan menggunakan lokus yang sama (D18S536) pada populasi monyet ekor panjang di Bedugul teridentifikasi 4 jenis alel dengan frekuensi tertinggi (0,45) untuk alel 168 dan terendah (0,1) untuk alel 172. Perbedaan jumlah alel sangat terkait dengan sejarah penyebaran dan evolusi suatu populasi atau spesies.
PENUTUP
Mikrosatelit (SSR = simple sequence repeat) merupakan salah satu marka molekuler yang berupa urutan di-nukleotida sampai tetra-nukleotida yang berulang dan berurutan. SSR merupakan marka genetik yang bermanfaat karena bersifat kodominan, dapat mendeteksi keragaman alel pada tingkat tinggi, serta mudah dan tidak terlalu mahal untuk dianalisis dengan menggunakan polymerase chain reaction (PCR).
DAFTAR PUSTAKA
Lumban Gaol, A. D., Suatha, I. K., dan Wandina, I. N. 2013. Struktur Genetika Populasi Monyet Ekor Panjang Di Alas Kedaton Menggunakan Marka Molekul Mikrosatelit D18S536. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus 2(1): 32 – 42.
Matra, D. D. 2010. Analisis Keragamangenetik Manggis Berdasarkan Karakter Fenotipe dan Marka Molekuler Mikrosatelit pada Empat Sentra produksi Di Pulau Jawa. Bogor: Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Moeljopawiro, S. 2010. Marka Mikrosatelit sebagai Alternatif Uji BUSS dalam Perlindungan Varietas Tanaman Padi. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar