Kamis, 20 Juni 2013

PEMBELAJARAN KOOPERATIF DALAM BIDANG STUDI BIOLOGI

Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran dikelas maupun tutorial. Model pembelajaran harus mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk tujuan-tujuan pembelajaran, lingkungan dan pengelolahan kelas. Melalui pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir dan mengekpresikan ide. Juga berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran. Dalam dunia pendidikan pembelajaran kooperatif telah memiliki sejarah yang panjang sejak zaman dahulukala, para guru telah mendorong siswa-siswa mereka untuk bekerja sama dlam tugas-tugas kelompok tertentu dalam diskusi, debat, atau pelajaaran tambahan. Menurut beberapa ahli bahwa cooperative learning tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, akan tetapi sangat berguna untuk menumbuhkan berfikir kritis.
 


Berpikir kritis merupakan salah satu ciri manusia yang cerdas. Akan tetapi berpikir kritis akan terjadi apabila didahului dengan kesadaran kritis yang diharapkan dapat ditumbuh kembangkan melalui pendidikan. Disadari bahwa guru mengemban berbagai peran sebagai pembelajar di sekolah, khususnya perannya dalam membangun kesadaran kritis siswa.
 
Belajar mengajar akan mencapai titik optimal ketika guru dan murid mempunyai intensitas belajar yang tinggi dalam waktu yang bersamaan. Kedudukan guru dan siswa haruslah dianggap sejajar dalam belajar, jika kita memandang siswa adalah subyek pendidikan (Sumarsono, 1993). Guru dan siswa sama-sama belajar, kebenaran bukan mutlak di tangan guru. Guru harus memberi kesempatan seluas-luasnya bagi siswa untuk belajar dan memfasilitasinya agar siswa dapat mengaktualisasikan dirinya untuk belajar. Gurupun harus mengembangkan pengetahuannya secara meluas dan mendalam agar dapat memfasilitasi siswanya. Inilah peran guru dari guru.
 
Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Kegiatan pembelajaran kooperatif yang berinti dalam belajar dalam suatu kerjasama akan menciptakan interaksi antar anggota kelompok yang mampu mengasah kemampuan berpikir siswa dengan menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, yang nantinya dapat dijadikan dasar bertindak dan bersikap dalam kehidupan bermasyarakat.
 
Menurut Slavin (2005), pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran diman siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan Sunal dan Hans (dalam Isjoni, 2009) mengemukakan pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk member dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran.
 
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivisme. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemapuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami  materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
 
Ada dua komponen pembelajaran kooperatif, yakni: (1) cooperative test atau tugas kerja sama dan (2) cooperative incentive structure, atau struktur insentif kerja sama. Tugas kerja sama berkenaan dengan suatu hal yang menyebabkan anggota kelompok kerja sama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Sedangkan struktur insentif kerja sama merupakan sesuatu hal yang membangkitkan motivasi siwa untuk melakukan kerja sama dalam rangka mencapai tujuan kelompok tersebut. Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila: (1) guru menekankan pentingnya usaha bersama di samping usaha individual, (2) guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar, (3) guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri, (4) guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa, (5) guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan (Rusman, 2010).

Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif menurut Lundgren (dalam Isjoni, 2009) sebagai berikut: (1) Para siswa memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam dan berenang bersama”; (2) Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab pada diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi; (3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama; (4) Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di dalam kelompoknya; dan (5) Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

Tidak semua teknik dalam pembelajaran kooperatif sesuai untuk diaplikasikan pada pembelajaran Biologi. Beberapa teknik yang sesuai adalah sebagai berikut:

1)    Jigsaw
Teknik jigsaw adalah salah satu teknik cooperative learning yang pertama kali diterapkan oleh Aronson tahun 1971 dan dipublikasin tahun 1978. Pada awalnya penelitiannya kelas jigsaw ini dipakai untuk tujuan agar mengurangi rasa kompetisi pembelajar dan masalah ras yang terdapat di sebuah kelas yang berada di Austin, Texas. Kota texas ini termasuk mengalami masalah rasis yang sangat parah, dan itu pun memunculkan intervensi dari sekolah­sekolah untuk menghilangkan masalah tersebut. Didalam suatu kelas banyak pembelajar amerika keturunan afrika, keturunan hispanik (latin), dan pembelajar kulit putih amerika untuk yang pertama kalinya berada dalam sebuah kelas bersama­sama. Situasi semakin memanas dan mangancam lingkungan belajar mereka. Dan pada tahun 1971 Aronson dan beberapa lulusan pembelajar lainnya menciptakan jigsaw dan mencoba untuk menerapkannya didalam kelas. Dan usaha keras ini berhasil dengan sukses, pembelajar yang pada awalnya kurang berkomunikasi mulai berkomunikasi dan mulai bekerja sama. Eksperimen ini terdiri dari membentuk kelompok pembelajaran (kelompok jigsaw) dimana tiap pembelajar tergantung kepada anggota kelompoknya untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk lulus dalam ujian. Tanpa memandang ras, mereka digabungkan menjadi sebuah grup dan wajib berkerjasama diantara anggotanya agar mencapai sukses akademik. Ketika dibandingkan dengan kelas tradisional dimana pembelajar­pembelajar bersaing secara individu, pembelajar­pembelajar di dalam kelas jigsaw menunjukkan diskriminasi yang lebih rendah, timbulnya rasa percaya diri, dan prestasi akademik yang meningkat.

Dalam pelaksanaannya pola cooperative learning teknik jigsaw sangat fleksibel (cocok untuk semua kelas/tingkatan), juga untuk pembelajaran biologi. Dalam teknik ini guru memperhatikan skema atau latar belakang pengalaman pembelajar dan membantu pembelajar mengaktifkan skema ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna, pembelajar saling berkerja sama dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Pada pembelajaran biologi, pembelajaran dengan teknik jigsaw dapat didesain sebagai berikut. Misal: Materi pelajaran Klasifikasi Vertebrata. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
  • Di awal kegiatan pembelajaran, guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan apersepsi mengenai materi Vertebrata.
  • Kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok yang beranggotakan 5 orang. Selanjutnya setiap ketua kelompok mengambil undian bahan materi yang akan dibahas bersama kelompoknya. Undian telah disediakan oleh guru.
  • Masing-masing kelompok akan mendiskusikan materinya masing-masing (Kelompok Utama). Terdapat kelompok yang membahas Pisces, Amphibia, Reptilia, Aves, dan Mammalia. Masing-masing anggota kelompok juga memiliki tugas masing-masing. Untuk setiap topiknya, 1 orang membahas klasifikasi dan morfologi, 1 orang membahas sistem pencernaan, 1 orang membahas sistem pernafasan, 1 orang membahas sistem peredaran darah, dan 1 orang membahas sistem ekskresinya. Setiap anggota kelompok Utama menanggungjawabi pekerjaannya.
  • Selanjutnya, dari seluruh kelompok Utama, setiap siswa yang memiliki bahasan yang sama, berkumpul menjadi satu kelompok baru dan saling bertukar informasi (kelompok ahli). Akan terdapat 5 kelompok ahli, yaitu ahli klasifikasi dan morfologi, ahli sistem pencernaan, ahli sistem pernafasan, ahli sistem peredaran darah, dan ahli sistem ekskresi. Setelah proses pertukaran informasi dirasa cukup, masing-masing ahli kembali ke kelompok Utama.
  • Di kelompok Utama, masing-masing ahli menyampaikan informasi yang didapatkannya kepada anggota kelompok Utama. Hal ini dimaksudkan agar seluruh anggota kelompok mengetahui dan memahami materi secara keseluruhan.
  • Pada sesi terakhir, bila memungkinkan guru melakukan evaluasi berupa postes untuk melihat sejauh mana pemahaman siswa dengan kegiatan belajar jigsaw.

2)    STAD
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan rekan-rekan sejawatnya di Johns Hopkins University dan barangkali merupakan pendekatan cooperative learning yang paling sederhana dan paling mudah dipahami (Slavin, 2005). Guru yang menggunakan STAD dalam pembelajaran biologi menyajikan informasi akademis baru kepada siswa setiap minggu atau secara regular, baik melalui presentasi verbal atau teks. Siswa di kelas tertentu dibagi menjadi beberapa kelompok/tim belajar, dengan wakil-wakil dari kedua gender, dari berbagai kelompok rasial atau etnis, dan dengan prestasi rendah, rata-rata, dan tinggi. Anggota – anggota tim menggunakan worksheets atau alat belajar lain untuk menguasai berbagai materi akademis dan kemudian saling membantu untuk mempelajari berbagai materi melalui tutoring, saling memberikan kuis, atau melaksanakan diskusi tim. Secara individual, siswa diberi kuis mingguan atau dua mingguan tentang berbagai materi akademis. Kuis – kuis ini diskor dan masing-masing individu diberi “skor kemajuan”. Skor kemajuan bukan didasarkan pada skor absolute siswa, tetapi pada seberapa banyak skor itu bertambah dari rata-rata skor sebelumnya.
 
Seperti hasil penelitian tindakan kelas oleh Sugianto (2011) yang menerapkan pembelajaran kooperatif dengan teknik STAD pada materi ekosistem di kelas VII SMP. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
  • Tahap penyajian materi
Guru memulai dengan menyampai indikator yang harus dicapai siswa pada hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi ekosistem. Dilanjutkan dengan melakukan apersepsi dan mengingatkan siswa akan materi prasyarat  yang telah dipelajari agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
  • Tahap kegiatan kelompok
Pada tahap ini, siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi ekosistem, dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok.
  • Tahap tes individual
Tes individual dilakukan untuk melihat sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi ekosistem yang telah dipelajari. Tes dapat dilaksanakan pada khir pertemuan kedua dan ketiga, masing-masing selama 10 menit agar siswa dapat menunjukkan apa yang telah dipelajari secara individual selama bekerja dalam kelompok. Skor perolehan individu didata dan dikumpulkan sebagai bahan perhitungan perolehan skor kelompok.
  • Tahap penghitungan skor perkembangan individu
Penghitungan perkembangan skor individu dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi yang lebih baik. Dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing perkembangan skor individu (didapat dari nilai di semester sebelumnya atau penilaian pretest pada awal pertemuan) dan hasilnya dibagi sesuai jumlah anggota kelompok.
  • Tahap pemberian penghargaan kelompok
Pemberian penghargaan dilakukan berdasarkan perolehan skor rata-rata yang dikategorikan menjadi kelompok baik, kelompok hebat, dan kelompok super. Adapun criteria yang digunakan untuk menentukan pemberian penghargaan terhadap kelompok adalah sebagai berikut: (a) kelompok dengan skor rata-rata 15 sebagai kelompok baik, (b) kelompok dengan skor rata-rata 20 sebagai kelompok hebat, dan (c) kelompok dengan skor rata-rata 25 sebagai kelompok super.

3)    Make A Match
Model pembelajaran Make A Match (Mencari Pasangan) adalah suatu model pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar aktif dan bertujuan agar siswa mempunyai jiwa kemandirian dalam belajar serta menumbuhkan daya kreatifitas. Model ini juga sebagai model alternatif yang dianggap lebih memahami karakteristik siswa. Karakteristik yang dimaksud disini adalah bahwa siswa menyukai belajar sambil bermain. Dalam proses belajar mengajar, guru harus bisa membuat siswa merasa tertarik dan senang terhadap materi yang disampaikan sehingga nantinya tujuan pembelajaran dapat dicapai (Herdian dalam Putri, 2011).

Misal: penerapan teknik Make a Match pada materi ruang lingkup biologi. Langkah-langkah pembelajaran adalah sebagai berikut:
  • Guru melakukan apersepsi tentang materi pembelajaran dengan mengajak siswa untuk berpikir tentang pengertian biologi dan apa-apa saja yang dipelajari dalam biologi.
  • Guru menjelaskan karakteristik ilmu biologi yang ditentukan oleh objek-objek yang dipelajari dan permasalahannya serta tentang pemecahan masalah biologi dengan metode ilmiah, penelitian ilmiah, keterkaitan biologi dengan ilmu yang lain, serta manfaat dan bahaya perkembangan biologi. Seperti, biologi adalah ilmu yang mempelajari tentang mahluk hidup. 
  • Guru membagi kelas menjadi 4 kelompok, dimana kelompok pertama terdiri dari 8 orang sebagai kelompok pembawa kartu pertanyaan, kelompok kedua terdiri dari 8 orang sebagai kelompok pembawa kartu jawaban, dan kelompok ketiga dan keempat sebagai kelompok penilai. Masing-masing kelompok terdiri dari siswa berbeda jenis kelamin dan prestasi.
  • Guru meminta siswa melakukan kajian literatur (perkelompok).
  • Guru memberikan arahan tentang pembelajaran Make a Match dan mengawasi jalannya diskusi.
  • Guru meniup peluit sebagai tanda dimulainya diskusi, kelompok pembawa pertanyaan dan pembawa jawaban saling bergerak untuk menemukan pasangan pertanyaan dan jawaban. Setelah semua pertanyaan dan jawaban dipasangkan, maka secara berurutan pasangan-pasangan tersebut dipresentasikan di depan kelas untuk dinilai oleh tim penilai. Bila terdapat kekeliruan maka guru akan meluruskannya kembali.
  • Setelah satu babak, kartu dikumpulkan dan dikocok kembali. Sekarang merupakan giliran kelompok tiga dan empat menjadi kelompok pembawa pertanyaan dan pembawa jawaban, sementara kelompok pertama dan kedua menjadi kelompok penilai.
  • Guru meniup peluit kembali. Kelompok pembawa pertanyaan dan pembawa jawaban saling bergerak untuk menemukan pasangan pertanyaan dan jawaban. Setelah semua pertanyaan dan jawaban dipasangkan, maka secara berurutan pasangan-pasangan tersebut dipresentasikan di depan kelas untuk dinilai oleh tim penilai. Bila terdapat kekeliruan maka guru akan meluruskannya kembali.

4)    Two Stay Two Stray
Teknik pembelajaran Two Stay Two Stray dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan bisa digunakan secara bersamaan dengan teknik Numbered Heads. Bukannya hanya pada bidang studi biologi, teknik ini juga bisa diterapkan pada semua bidang studi dan cocok pula untuk semua tingkatan usia anak didik. Teknik ini memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain.

Misal: penerapan teknik Two Stay Two Stray pada materi Protista. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
  • Di awal pembelajaran guru menyampaikan indikator yang harus dicapai siswa dan melakukan apersepsi untuk meningkatkan keingintahuan siswa mengenai protista.
  • Siswa dikelompokkan menjadi kelompok berempat.
  • Guru membagikan LKS mengenai materi (protista mirip hewan, protista mirip tumbuhan, dan protista mirip jamur). Setiap kelompok mendapatkan bahasan yang berbeda. Disini guru berperan sebagai fasilitator dengan menyediakan materi tambahan yang dibutuhkan oleh siswa.
  • Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan menuju ke kelompok-kelompok lain untuk membagikan informasi yang didapatkan. 
  • Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan informasi mereka kepada tamu mereka (dua orang dari kelompok lainnya).
  • Setelah proses pembagian hasil kerja dan informasi selesai, pihak tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan hasil temuan mereka dari kelompok yang mereka kunjungi.
  • Tiap kelompok membahas hasil-hasil kerja mereka.
  • Bila masih tersisa waktu, guru mengevaluasi hasil kerja siswa dengan melaksanakan postes untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa dengan teknik ini.

5)    Games Tournament
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan,melibatkan seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status. Tipe ini melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya,mengandung unsur permainan yang bisa menggairahkan semangat belajar dan mengandung reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama,persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Misal: penerapan teknik Games Tournament pada materi Pola-pola hereditas. Langkah – langkahnya sebagai berikut:
  • Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah,diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini ,siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang diberikan guru,karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
  • Kelompok ( team )
Kelompok biasanya terdiri atas empat sampai dengan lima orang siswa.Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
  • Game
Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok.Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor.Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu.Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapatkan skor.
  • Turnamen
Untuk memulai turnamen masing-masing peserta mengambil nomor undian. Siswa yang mendapatkan nomor terbesar sebagai reader 1,terbesar kedua sebagai chalennger 1,terbesar ketiga sebagai chalenger 2,terbesar keempat  sebagai chalenger 3.Dan kalau jumlah peserta dalam kelompok itu lima orang maka yang mendapatkan nomor terendah sebagai reader2.Reader 1 tugasnya membaca soal dan menjawab soal pada kesempatan yang pertama. Chalenger 1 tugasnya menjawab soal yang dibacakan oleh reader1 apabila menurut chalenger 1 jawaban reader 1 salah. Chalenger 2 tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 tadi apabila jawaban reader 1 dan chalenger 1 menurut chalenger 2 salah. Chalenger 3 tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 apabila jawaban reader1,chalenger 1,chalenger 2 menurut chalenger 3 salah. Reader 2 tugasnya adalah membacakan kunci jawaban .Permainan dilanjutkan pada soal nomor dua.Posisi peserta berubah searah jarum jam.Yang tadi menjadi chalenger 1 sekarang menjadi reader1,chalenger 2 menjadi chalenger 1,chalenger3 menjadi chalenger 2,reader 2 menjadi chalenger 3 dan reader 1 menjadi reader2. Hal itu terus dilakukan sebanyak jumlah soal yang disediakan guru.
  • Penghargaan kelompok (team recognise)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang,masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.

1 komentar: