Minggu, 23 Juni 2013

MEKANISME BATUK

Batuk dalam bahasa latin disebut tussis adalah refleks yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk membantu membersihkan saluran pernapasan dari lendir besar, iritasi, partikel asing dan mikroba. Batuk dapat terjadi secara sukarela maupun tanpa disengaja.

Batuk merupakan suatu tindakan refleks pada saluran pernafasan yang digunakan untuk membersihkan saluran udara atas. Batuk kronis berlangsung lebih dari 8 minggu yang umum di masyarakat. Penyebab termasuk merokok, paparan asap rokok, dan paparan polusi lingkungan, terutama partikulat.

Refleks Batuk
Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu reseptor batuk, serabut saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf  eferen dan efektor. Batuk bermula dari suatu rangsang pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor didapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial dan diafragma.

Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus vagus, yang mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga rangsang dari telinga melalui cabang Arnold dari n. Vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma.

Mekanisme Batuk
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi (literatur lain membagi fase batuk menjadi 4 fase yaitu fase iritasi, inspirasi, kompresi, dan ekspulsi). Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu.

Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah.

Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50 ­ 100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis.

ELEKTROLIT DAN FUNGSINYA BAGI TUBUH

Tubuh kita ini adalah ibarat suatu jaringan listrik yang begitu kompleks, didalamnya terdapat beberapa ‘pembangkit’ lokal seperti jantung, otak dan ginjal. Juga ada ‘rumah-rumah’ pelanggan berupa sel-sel otot. Untuk bisa mengalirkan listrik ini diperlukan ion-ion yang akan mengantarkan ‘perintah’ dari pembangkit ke rumah-rumah pelanggan. Ion-ion ini disebut sebagai elektrolit. Ada dua tipe elektrolit yang ada dalam tubuh, yaitu kation (elektrolit yang bermuatan positif) dan anion (elektrolit yang bermuatan negatif). Masing-masing tipe elektrolit ini saling bekerja sama mengantarkan impuls sesuai dengan yang diinginkan atau dibutuhkan tubuh.

Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah Natrium (Na+), Kaalium (K+), Kalsium (Ca2+), Magnesium (Mg2+). Sedangkan anion adalah Klorida (Cl-), HCO3-, HPO4-, SO4-. Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion ini sama besar sehingga potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada cairan ektrasel (cairan diluar sel), kation utama adalah Na+ sedangkan anion utamanya adalah Cl-.. Sedangkan di intrasel (di dalam sel) kation utamanya adalah kalium (K+).

Disamping sebagai pengantar aliran listrik, elektrolit juga mempunyai banyak manfaat, tergantung dari jenisnya. Contohnya :
  • Natrium     : fungsinya sebagai  penentu utama osmolaritas dalam darah dan pengaturan volume ekstra sel.
  • Kalium       : fungsinya mempertahankan  membran potensial elektrik dalam tubuh.
  • Klorida      : fungsinya mempertahankan tekanan osmotik, distribusi air pada berbagai cairan tubuh dan keseimbangan anion dan kation dalam cairan ekstrasel.
  • Kalsium     : fungsi utama kalsium adalah sebagai penggerak dari otot-otot, deposit utamanya berada di tulang dan gigi, apabila diperlukan, kalsium ini dapat berpindah ke dalam darah.
  • Magnesium : Berperan penting dalam aktivitas elektrik jaringan, mengatur pergerakan Ca2+ ke dalam otot serta memelihara kekuatan kontraksi jantung dan kekuatan pembuluh darah tubuh. 

Hiponatremia atau menurunnya kadar natrium dalam darah dapat disebabkan oleh kurangnya diet makanan yang mengandung natrium, sedang menjalankan terapi dengan obat diuretik (mengeluarkan air kencing dan elektrolit), terapi ini biasanya diberikan dokter kepada penderita hipertensi dan jantung, terutama yang disertai bengkak akibat tertimbunnya cairan. Muntah-muntah yang lama dan hebat juga dapat menurunkan kadar natrium darah, diare apabila akut memang dapat menyebabkan hipernatremia tapi apabila berlangsung lama dapat mengakibatkan hiponatremia, kondisi darah yang terlalu asam (asidosis) baik karena gangguan ginjal maupun kondisi lain misalnya diabetes juga dapat menjadi penyebab hiponatremia. Akibat dari hiponatremia sendiri relatif sama dengan kondisi hipernatremia, seperti kejang, gangguan otot dan gangguan syaraf.

Kondisi Hiperkalemia atau meningkatnya kadar kalium dalam darah menyebabkan gangguan irama jantung hingga berhentinya denyut jantung, Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan yang harus segera diatasi karena mengancam jiwa. Beberapa hal yang menjadi penyebab meningkatnya kadar kalium adalah pemberian infus yang mengandung kalium, dehidrasi, luka bakar berat, kenjang, meningkatnya kadar leukosit darah, gagal ginjal, serangan jantung dan meningkatnya keasaman darah karena diabetes. Keadaan hiperkalemia ini biasanya diketahui dari keluhan berdebar akibat detak jantung yang tidak teratur, yang apabila dilakukan pemeriksaan rekam jantung menunjukkan gambaran yang khas.

Kondisi yang berkebalikan terjadi pada hipokalemia, penderita biasanya mengeluhkan badannya lemas dan tak bertenaga. Hal ini terjadi mengingat fungsi  kalium dalam menghantarkan aliran saraf di otot maupun tempat lain. Penyebab hipokalemia lebih bervariasi, penurunan konsumsi kalium akibat kelaparan yang lama dan pasca operasi yang tidak mendapatkan cairan mengandung kalium secara cukup adalah penyebab hipokalemia. Terapi insulin pada diabet dengan hiperglikemia, pengambilan glukosa darah ke dalam sel serta kondisi darah yang basa (alkalosis) menyebabkan kalim berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh.Akibatnya kalium dalam darah menjadi menurun

KULTUR JARINGAN


Kultur dapat didefinisikan sebagai teknik membudidayakan jaringan menjadi organisme yang utuh dan mempunyai sifat yang sama dengan induknya. Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.

Metode
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga  tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.

Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti "di dalam kaca" karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya.

Metode perbanyakan tanaman secara in vitro dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui perbanyakan tunas dari mata tunas apikal, melalui pembentukan tunas adventif, dan embriogenesis somatik, baik secara langsung maupun melalui tahap pembentukan kalus. Ada beberapa tipe jaringan yang digunakan sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan. Pertama adalah jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah (meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Jaringan tipe pertama ini biasa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, bagian tepi daun, ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan yang kedua adalah jaringan parenkim, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami diferensiasi dan menjalankan fungsinya. Contoh jaringan tersebut adalah jaringan daun yang sudah berfotosintesis dan jaringan batang atau akar yang berfungsi sebagai tempat cadangan makanan.

Tahapan Pelaksanaan Kultur Jaringan
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah:
1)    Pembuatan media
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.  Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon.  Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.  Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.  Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.  Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.

2)    Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas. 

3)    Sterilisasi
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan.  Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril. 

4)    Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan.  Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.

5)    Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik.  Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri). 

6)    Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif. 

Khusus berbicara tentang media yang merupakan faktor penentu dalam kultur jaringan, media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan nama penemunya. Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap persenyawaan. Media dasar yang sering digunakan dalam kultur jaringan Anthurium sendiri adalah media MS dan modifikasinya ( Pierik et al.,1974; Pierik dan Steegmans, 1976;Kunisaki, 1980; Kuenhle et al., 1992; Chen et al; Hamidah et al., 1997; Teng, 1997;2 ; Rachmawati, 2005), media Nitsch dan modifikasinya (Geir, 1986, 1987, 1988).

Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil yang lebih baik akan dapat kita peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon, bahan pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik tambahan (Gunawan, 1992).

Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari nutrient yang dalam jumlah yang sedikit (1mM) dapat merangsang, menghambat, atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore, 1979 dalam Gunawan, 1992). Zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan untuk mengendalikan dan mengatur pertumbuhan kultur tanaman. Zat ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan. Secara umum, zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan ada tiga kelompok besar, yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin.

Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan kalus, akar, suspensi sel dan organ (Gunawan, 1992) Contoh hormon kelompok auksin adalah 2,4 Dikloro Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA), atau Indol Buterik Asetat (IBA). Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk. Menurut Gunawan (1992), golongan ini sangat penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang biasa digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurine (BAP). Dan giberelin untuk diferensiasi atau perbanyakan fungsi sel, terutama pembentukan kalus. Hormon kelompok giberelin adalah GA3, GA2, dan GA1.

Penggunaan hormon tersebut harus tepat dalam perhitungan dosis pemakaian, karena jika terlalu banyak maupun terlalu sedikit dari dosis yang diperlukan justru akan menghambat bahkan berdampak negatif terhadap tanaman kultur. Karena interaksi antar hormon dalam suatu media sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel.

Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in-vitro pada dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakan di tanah. Unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia dalam media kultur jaringan. Antara lain adalah unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur-unsur hara tersebut diberikan dalam bentuk garam-garam mineral. Komposisi media dan perkembangannya didasarkan pada pendekatan masing-masing peneliti (Gunawan, 1992).

Unsur hara makro adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara makro tersebut meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S), Magnesium (Mg), dan Besi (Fe). Kegunaan unsur hara makro tersebut dalam kultur jaringan menurut Qosim, 2006 dalam Sukarasa, 2007 adalah sebagai berikut:
(1) Nitrogen (N) diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4, NH2SO4.
Berfungsi untuk membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain, morfogenesis (pertumbuhan akar dan tunas), pertumbuhan dan pembentukan embrio, pembentukan embrio zigotik dan pertumbuhan vegetatif.

(2) Fosfor (P), diberikan dalam bentuk KH2PO4
Berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran sel, pengaturan metabolisme tanaman, pengaturan produksi pati/amilum, pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi, protein, dan sintesis asam amino serta konstribusi terhadap struktur dan asam nukleat.

(3) Kalium (K), diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O
Berfungsi untuk pemanjangan sel tanaman, memperkuat tubuh tanaman, memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan, ion kalsium ditransfer secara cepat menyebrangi membran sel dan mengatur pH dan tekanan osmotik di antara sel.

(4) Kalsium (Ca), diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O
Berfungsi untuk merangsang bulu-bulu akar, penggandaan atau perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen, dinding dan membran sel lebih kuat, tahan terhadap serangan patogen, mengeraskan batang, memproduksi cadangan makanan.

(5) Sulfur (S)
Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Unsur S juga berperan penting dalam pembentukan bitil-bintil akar.

(6) Magnesium (Mg), diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O.
Berfungsi untuk meningkatkan kandungan fosfat, pembentukan protein.

(7) Besi (Fe), diberikan dalam bentuk Fe2(SO4)3;FeSO4.7H2O
Berfungsi sebagai penyangga (chelatin agent) yang sangat penting untuk menyangga kestabilan pH media selama digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman.Pada tanaman, Fe berfungsi untuk pernapasan dan pembentukan hijau daun.

Unsur hara mikro adalah hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Unsur hara mikro ini merupakan komponen sel tanaman yang penting dalam proses metabolisme dan proses fisioligi lainnya (Gunawan, 1992). Unsur hara mikro tersebut diantaranya adalah :
1.    Klor (Cl), diberikan dalam bentu KI.
2.    Mangan (Mn), diberikan dalam bentuk MnSO4.4H2O.
3.    Tembaga (Cu), diberikan dalam bentuk CuSO4.5H2O.
4.    Kobal (CO), diberikan dalam bentuk CoCl2.6H2O.
5.    Molibdenun (Mo), diberikan dalam bentuk NaMoO4.2H2O.
6.    Seng (Zn), diberikan dalam bentuk ZnSO4.4H2O.
7.    Boron (B), diberikan dalam bentuk H3BO3.

Vitamin yang paling sering digunakan dalam media kultur jaringan tanaman adalah thiamine (vitamin B1), nicotinic acid (niacin), pyridoxine (vitamin B6). Thiamine merupakan vitamin yang esensial dalam kultur jaringan tanaman karena thiamine mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel. Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam askorbat, kadang-kadang digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan atau penghitaman eksplan.

Mio-Inositol atau meso-insitol sering digunakan sebagai salah satu komponen media yang penting, karena terbukti bersinergis dengan zat pengaturtumbuh merangsang pertumbuhan jaringan yang dikulturkan (Yusnita, 2004).

Dalam media kultur jaringan, asam amino merupakan sumber nitrogen organik. Namun sumber N organik ini jarang ditambahkan dalam media kultur jaringan, karena sumber sumber nitrogen utamanya sudah tersedia dari NO3- dan NH4+. Asam amino yang sering digunakan adalah glisin, lysin dan threonine. Penambahan glisin dalam media dengan konsentrasi tertentu dapat melengkapi vitamin sebagai sumber bahan organik (Yusnita, 2004).

Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur, karena umumnya bagian tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju fotosintesis yang rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan membutuhkan karbohidart yang cukup sebagai sumber energi. Menurut Gautheret dalam Gunawan (1992), sukrosa adalah sumber karbohidrat penghasil energi yang terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika tidak terdapat sukrosa, sumber karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media.

Eksplan yang dikulturkan harus selalu bersinggungan atau terkena dengan medianya. Bahan pemadat media yang paling banyak digunakan adalah agar-agar. Agar-agar adalah campuran polisakarida yang diperoleh dari beberapa spesies algae. Dalam analisa unsur, diperoleh data bahwa agar-agar mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K, dan Na (Debergh, 1982 dalam Gunawan, 1992). Keuntungan dari pemakaian agar-agar adalah :
1.    Agar-agar membeku pada suhu 45° C dan mencair pada suhu 100° sehingga dalam kisaran suhu 
       kultur, agar-agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil.
2.    Tidak dicerna oleh enzim tanaman.
3.    Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaa penyusun media.

Selain agar-agar, bahan pemadat media yang semakin banyak disukai adalah Gelrite TM (buatan Kelco). Gelrite adalah gellam gum, suatu hetero-polisakarida yang dihasilkan bakteri Pseudomonas elodea, terdiri dari molekul-molekul K-glukuronat, rhamnosa, dan selobiosa. Sebagai bahan pemadat media gelrite memiliki sifat-sifat yang menguntungkan sebagai berikut :
(1) Gelnya lebih jernih.
(2) Untuk memadatkan media dibutuhkan lebih sedikit daripada agar, sekitar 1,5 -3 g/l.
(3) Lebih murni dan konsisten dalam kualitas.
(4) Untuk mencapai kekerasan gel tertentu, pemakaian gelrite lebih rendah dari agar-agar, pada umumnya 2gr/l media. Namun kekerasan gel dari gelrite sangat dipengaruhi oleh kehadiran garam-garam seperti NaCl, KCl, MgCl2.6H2O dan CaCl2. Garam NaCl dan KCl menurunkan kekerasan gel, tetapi MgCl2 dan CaCl2 meningkatkan kekerasan gel (Gunawan, 1992; 57 ).

Salah satu kelemahan Gelrite adalah cenderung menaikkan kelembaban nisbi (RH) dalam kultur, sehingga sering menyebabkan terjadinya verifikasi. Gelrite jarang digunakan untuk produksi planlet secara komersial terutama di Indonesia karena harganya mahal (Yusnita, 2003).

Kultur yang kurang berhasil, kadang-kadang disebabkan oleh pemakaian air yang kurang murni (Wetherel, 1976). Tidak boleh sembarang air dapat digunakan untuk membuat media kultur. Contohnya air sumur atau air ledeng, dalam air tersebut mengandung banyak kontaminan, bahan inorganik, organik, atau mikroorganisme. Air yang digunakan untuk membuat media harus benar-benar berkualitas tinggi, karena air maliputi lebih adari 95% komponen media. Terhambatnya pertumbuhan tanaman yang dikulturkan dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas air yang digunakan. Untuk menghindari hal tersebut, maka sebaiknya digunakan air yang telah dimurnikan atau yang sering kita sebut air destilata (akuades) atau air destilata ganda (akuabides). Dengan alasan ini, sebaiknya sebuah laboratorium kultur jaringan layaknya mempunyai alat penyulingan air (water destilator) atau setidaknya alat pembuat air bebas ion (deionizer). Cara kerja destilator dalam menghasilkan air destilata adalah dengan cara mengubah air menjadi uap air, kemudian mengkondensasikan uap air tersebut. Maka, jadilah air destilata yang tidak lagi berisi mineral atau senyawa organik (Yusnita, 2004).

Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau kebasaan larutan dalam air. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara pH 5,0 – 6,0 (Daisy, 1994). Faktor pH dalam media juga perlu mendapat perhatian khusus. pH tesebut harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan beberapa fisiologi sel, juga harus mempertimbangkan faktor-faktor:
(1) Kelarutan dari garam-garam penyusun media.
(2) Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam – garam lain.
(3) Efisiensi pembekuan agar-agar.

Menurut Gamborg dan Shyluk, 1981 dalam Gunawan, 1992, sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,5–5,8. Pengaturan pH, biasa dilakukan dengan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau HCL pada waktu semua komponen sudah dicampurkan.


Daftar Bacaan:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kultur_jaringan
http://www.smallcrab.com/others/474-mengenal-kultur-jaringan
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/setjen/PUSSTAN/info_5_1_0604/isi_11.htm
http://biology-community.blogspot.com/2011/08/kultur-jaringan-tumbuhan.html






Kamis, 20 Juni 2013

PEMBELAJARAN KOOPERATIF DALAM BIDANG STUDI BIOLOGI

Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran dikelas maupun tutorial. Model pembelajaran harus mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk tujuan-tujuan pembelajaran, lingkungan dan pengelolahan kelas. Melalui pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir dan mengekpresikan ide. Juga berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran. Dalam dunia pendidikan pembelajaran kooperatif telah memiliki sejarah yang panjang sejak zaman dahulukala, para guru telah mendorong siswa-siswa mereka untuk bekerja sama dlam tugas-tugas kelompok tertentu dalam diskusi, debat, atau pelajaaran tambahan. Menurut beberapa ahli bahwa cooperative learning tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, akan tetapi sangat berguna untuk menumbuhkan berfikir kritis.
 


Berpikir kritis merupakan salah satu ciri manusia yang cerdas. Akan tetapi berpikir kritis akan terjadi apabila didahului dengan kesadaran kritis yang diharapkan dapat ditumbuh kembangkan melalui pendidikan. Disadari bahwa guru mengemban berbagai peran sebagai pembelajar di sekolah, khususnya perannya dalam membangun kesadaran kritis siswa.
 
Belajar mengajar akan mencapai titik optimal ketika guru dan murid mempunyai intensitas belajar yang tinggi dalam waktu yang bersamaan. Kedudukan guru dan siswa haruslah dianggap sejajar dalam belajar, jika kita memandang siswa adalah subyek pendidikan (Sumarsono, 1993). Guru dan siswa sama-sama belajar, kebenaran bukan mutlak di tangan guru. Guru harus memberi kesempatan seluas-luasnya bagi siswa untuk belajar dan memfasilitasinya agar siswa dapat mengaktualisasikan dirinya untuk belajar. Gurupun harus mengembangkan pengetahuannya secara meluas dan mendalam agar dapat memfasilitasi siswanya. Inilah peran guru dari guru.
 
Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Kegiatan pembelajaran kooperatif yang berinti dalam belajar dalam suatu kerjasama akan menciptakan interaksi antar anggota kelompok yang mampu mengasah kemampuan berpikir siswa dengan menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, yang nantinya dapat dijadikan dasar bertindak dan bersikap dalam kehidupan bermasyarakat.
 
Menurut Slavin (2005), pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran diman siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan Sunal dan Hans (dalam Isjoni, 2009) mengemukakan pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk member dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran.
 
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivisme. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemapuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami  materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
 
Ada dua komponen pembelajaran kooperatif, yakni: (1) cooperative test atau tugas kerja sama dan (2) cooperative incentive structure, atau struktur insentif kerja sama. Tugas kerja sama berkenaan dengan suatu hal yang menyebabkan anggota kelompok kerja sama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Sedangkan struktur insentif kerja sama merupakan sesuatu hal yang membangkitkan motivasi siwa untuk melakukan kerja sama dalam rangka mencapai tujuan kelompok tersebut. Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila: (1) guru menekankan pentingnya usaha bersama di samping usaha individual, (2) guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar, (3) guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri, (4) guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa, (5) guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan (Rusman, 2010).

Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif menurut Lundgren (dalam Isjoni, 2009) sebagai berikut: (1) Para siswa memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam dan berenang bersama”; (2) Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab pada diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi; (3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama; (4) Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di dalam kelompoknya; dan (5) Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

Tidak semua teknik dalam pembelajaran kooperatif sesuai untuk diaplikasikan pada pembelajaran Biologi. Beberapa teknik yang sesuai adalah sebagai berikut:

1)    Jigsaw
Teknik jigsaw adalah salah satu teknik cooperative learning yang pertama kali diterapkan oleh Aronson tahun 1971 dan dipublikasin tahun 1978. Pada awalnya penelitiannya kelas jigsaw ini dipakai untuk tujuan agar mengurangi rasa kompetisi pembelajar dan masalah ras yang terdapat di sebuah kelas yang berada di Austin, Texas. Kota texas ini termasuk mengalami masalah rasis yang sangat parah, dan itu pun memunculkan intervensi dari sekolah­sekolah untuk menghilangkan masalah tersebut. Didalam suatu kelas banyak pembelajar amerika keturunan afrika, keturunan hispanik (latin), dan pembelajar kulit putih amerika untuk yang pertama kalinya berada dalam sebuah kelas bersama­sama. Situasi semakin memanas dan mangancam lingkungan belajar mereka. Dan pada tahun 1971 Aronson dan beberapa lulusan pembelajar lainnya menciptakan jigsaw dan mencoba untuk menerapkannya didalam kelas. Dan usaha keras ini berhasil dengan sukses, pembelajar yang pada awalnya kurang berkomunikasi mulai berkomunikasi dan mulai bekerja sama. Eksperimen ini terdiri dari membentuk kelompok pembelajaran (kelompok jigsaw) dimana tiap pembelajar tergantung kepada anggota kelompoknya untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk lulus dalam ujian. Tanpa memandang ras, mereka digabungkan menjadi sebuah grup dan wajib berkerjasama diantara anggotanya agar mencapai sukses akademik. Ketika dibandingkan dengan kelas tradisional dimana pembelajar­pembelajar bersaing secara individu, pembelajar­pembelajar di dalam kelas jigsaw menunjukkan diskriminasi yang lebih rendah, timbulnya rasa percaya diri, dan prestasi akademik yang meningkat.

Dalam pelaksanaannya pola cooperative learning teknik jigsaw sangat fleksibel (cocok untuk semua kelas/tingkatan), juga untuk pembelajaran biologi. Dalam teknik ini guru memperhatikan skema atau latar belakang pengalaman pembelajar dan membantu pembelajar mengaktifkan skema ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna, pembelajar saling berkerja sama dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Pada pembelajaran biologi, pembelajaran dengan teknik jigsaw dapat didesain sebagai berikut. Misal: Materi pelajaran Klasifikasi Vertebrata. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
  • Di awal kegiatan pembelajaran, guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan apersepsi mengenai materi Vertebrata.
  • Kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok yang beranggotakan 5 orang. Selanjutnya setiap ketua kelompok mengambil undian bahan materi yang akan dibahas bersama kelompoknya. Undian telah disediakan oleh guru.
  • Masing-masing kelompok akan mendiskusikan materinya masing-masing (Kelompok Utama). Terdapat kelompok yang membahas Pisces, Amphibia, Reptilia, Aves, dan Mammalia. Masing-masing anggota kelompok juga memiliki tugas masing-masing. Untuk setiap topiknya, 1 orang membahas klasifikasi dan morfologi, 1 orang membahas sistem pencernaan, 1 orang membahas sistem pernafasan, 1 orang membahas sistem peredaran darah, dan 1 orang membahas sistem ekskresinya. Setiap anggota kelompok Utama menanggungjawabi pekerjaannya.
  • Selanjutnya, dari seluruh kelompok Utama, setiap siswa yang memiliki bahasan yang sama, berkumpul menjadi satu kelompok baru dan saling bertukar informasi (kelompok ahli). Akan terdapat 5 kelompok ahli, yaitu ahli klasifikasi dan morfologi, ahli sistem pencernaan, ahli sistem pernafasan, ahli sistem peredaran darah, dan ahli sistem ekskresi. Setelah proses pertukaran informasi dirasa cukup, masing-masing ahli kembali ke kelompok Utama.
  • Di kelompok Utama, masing-masing ahli menyampaikan informasi yang didapatkannya kepada anggota kelompok Utama. Hal ini dimaksudkan agar seluruh anggota kelompok mengetahui dan memahami materi secara keseluruhan.
  • Pada sesi terakhir, bila memungkinkan guru melakukan evaluasi berupa postes untuk melihat sejauh mana pemahaman siswa dengan kegiatan belajar jigsaw.

2)    STAD
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan rekan-rekan sejawatnya di Johns Hopkins University dan barangkali merupakan pendekatan cooperative learning yang paling sederhana dan paling mudah dipahami (Slavin, 2005). Guru yang menggunakan STAD dalam pembelajaran biologi menyajikan informasi akademis baru kepada siswa setiap minggu atau secara regular, baik melalui presentasi verbal atau teks. Siswa di kelas tertentu dibagi menjadi beberapa kelompok/tim belajar, dengan wakil-wakil dari kedua gender, dari berbagai kelompok rasial atau etnis, dan dengan prestasi rendah, rata-rata, dan tinggi. Anggota – anggota tim menggunakan worksheets atau alat belajar lain untuk menguasai berbagai materi akademis dan kemudian saling membantu untuk mempelajari berbagai materi melalui tutoring, saling memberikan kuis, atau melaksanakan diskusi tim. Secara individual, siswa diberi kuis mingguan atau dua mingguan tentang berbagai materi akademis. Kuis – kuis ini diskor dan masing-masing individu diberi “skor kemajuan”. Skor kemajuan bukan didasarkan pada skor absolute siswa, tetapi pada seberapa banyak skor itu bertambah dari rata-rata skor sebelumnya.
 
Seperti hasil penelitian tindakan kelas oleh Sugianto (2011) yang menerapkan pembelajaran kooperatif dengan teknik STAD pada materi ekosistem di kelas VII SMP. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
  • Tahap penyajian materi
Guru memulai dengan menyampai indikator yang harus dicapai siswa pada hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi ekosistem. Dilanjutkan dengan melakukan apersepsi dan mengingatkan siswa akan materi prasyarat  yang telah dipelajari agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
  • Tahap kegiatan kelompok
Pada tahap ini, siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi ekosistem, dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok.
  • Tahap tes individual
Tes individual dilakukan untuk melihat sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi ekosistem yang telah dipelajari. Tes dapat dilaksanakan pada khir pertemuan kedua dan ketiga, masing-masing selama 10 menit agar siswa dapat menunjukkan apa yang telah dipelajari secara individual selama bekerja dalam kelompok. Skor perolehan individu didata dan dikumpulkan sebagai bahan perhitungan perolehan skor kelompok.
  • Tahap penghitungan skor perkembangan individu
Penghitungan perkembangan skor individu dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi yang lebih baik. Dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing perkembangan skor individu (didapat dari nilai di semester sebelumnya atau penilaian pretest pada awal pertemuan) dan hasilnya dibagi sesuai jumlah anggota kelompok.
  • Tahap pemberian penghargaan kelompok
Pemberian penghargaan dilakukan berdasarkan perolehan skor rata-rata yang dikategorikan menjadi kelompok baik, kelompok hebat, dan kelompok super. Adapun criteria yang digunakan untuk menentukan pemberian penghargaan terhadap kelompok adalah sebagai berikut: (a) kelompok dengan skor rata-rata 15 sebagai kelompok baik, (b) kelompok dengan skor rata-rata 20 sebagai kelompok hebat, dan (c) kelompok dengan skor rata-rata 25 sebagai kelompok super.

3)    Make A Match
Model pembelajaran Make A Match (Mencari Pasangan) adalah suatu model pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar aktif dan bertujuan agar siswa mempunyai jiwa kemandirian dalam belajar serta menumbuhkan daya kreatifitas. Model ini juga sebagai model alternatif yang dianggap lebih memahami karakteristik siswa. Karakteristik yang dimaksud disini adalah bahwa siswa menyukai belajar sambil bermain. Dalam proses belajar mengajar, guru harus bisa membuat siswa merasa tertarik dan senang terhadap materi yang disampaikan sehingga nantinya tujuan pembelajaran dapat dicapai (Herdian dalam Putri, 2011).

Misal: penerapan teknik Make a Match pada materi ruang lingkup biologi. Langkah-langkah pembelajaran adalah sebagai berikut:
  • Guru melakukan apersepsi tentang materi pembelajaran dengan mengajak siswa untuk berpikir tentang pengertian biologi dan apa-apa saja yang dipelajari dalam biologi.
  • Guru menjelaskan karakteristik ilmu biologi yang ditentukan oleh objek-objek yang dipelajari dan permasalahannya serta tentang pemecahan masalah biologi dengan metode ilmiah, penelitian ilmiah, keterkaitan biologi dengan ilmu yang lain, serta manfaat dan bahaya perkembangan biologi. Seperti, biologi adalah ilmu yang mempelajari tentang mahluk hidup. 
  • Guru membagi kelas menjadi 4 kelompok, dimana kelompok pertama terdiri dari 8 orang sebagai kelompok pembawa kartu pertanyaan, kelompok kedua terdiri dari 8 orang sebagai kelompok pembawa kartu jawaban, dan kelompok ketiga dan keempat sebagai kelompok penilai. Masing-masing kelompok terdiri dari siswa berbeda jenis kelamin dan prestasi.
  • Guru meminta siswa melakukan kajian literatur (perkelompok).
  • Guru memberikan arahan tentang pembelajaran Make a Match dan mengawasi jalannya diskusi.
  • Guru meniup peluit sebagai tanda dimulainya diskusi, kelompok pembawa pertanyaan dan pembawa jawaban saling bergerak untuk menemukan pasangan pertanyaan dan jawaban. Setelah semua pertanyaan dan jawaban dipasangkan, maka secara berurutan pasangan-pasangan tersebut dipresentasikan di depan kelas untuk dinilai oleh tim penilai. Bila terdapat kekeliruan maka guru akan meluruskannya kembali.
  • Setelah satu babak, kartu dikumpulkan dan dikocok kembali. Sekarang merupakan giliran kelompok tiga dan empat menjadi kelompok pembawa pertanyaan dan pembawa jawaban, sementara kelompok pertama dan kedua menjadi kelompok penilai.
  • Guru meniup peluit kembali. Kelompok pembawa pertanyaan dan pembawa jawaban saling bergerak untuk menemukan pasangan pertanyaan dan jawaban. Setelah semua pertanyaan dan jawaban dipasangkan, maka secara berurutan pasangan-pasangan tersebut dipresentasikan di depan kelas untuk dinilai oleh tim penilai. Bila terdapat kekeliruan maka guru akan meluruskannya kembali.

4)    Two Stay Two Stray
Teknik pembelajaran Two Stay Two Stray dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan bisa digunakan secara bersamaan dengan teknik Numbered Heads. Bukannya hanya pada bidang studi biologi, teknik ini juga bisa diterapkan pada semua bidang studi dan cocok pula untuk semua tingkatan usia anak didik. Teknik ini memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain.

Misal: penerapan teknik Two Stay Two Stray pada materi Protista. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
  • Di awal pembelajaran guru menyampaikan indikator yang harus dicapai siswa dan melakukan apersepsi untuk meningkatkan keingintahuan siswa mengenai protista.
  • Siswa dikelompokkan menjadi kelompok berempat.
  • Guru membagikan LKS mengenai materi (protista mirip hewan, protista mirip tumbuhan, dan protista mirip jamur). Setiap kelompok mendapatkan bahasan yang berbeda. Disini guru berperan sebagai fasilitator dengan menyediakan materi tambahan yang dibutuhkan oleh siswa.
  • Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan menuju ke kelompok-kelompok lain untuk membagikan informasi yang didapatkan. 
  • Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan informasi mereka kepada tamu mereka (dua orang dari kelompok lainnya).
  • Setelah proses pembagian hasil kerja dan informasi selesai, pihak tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan hasil temuan mereka dari kelompok yang mereka kunjungi.
  • Tiap kelompok membahas hasil-hasil kerja mereka.
  • Bila masih tersisa waktu, guru mengevaluasi hasil kerja siswa dengan melaksanakan postes untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa dengan teknik ini.

5)    Games Tournament
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan,melibatkan seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status. Tipe ini melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya,mengandung unsur permainan yang bisa menggairahkan semangat belajar dan mengandung reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama,persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Misal: penerapan teknik Games Tournament pada materi Pola-pola hereditas. Langkah – langkahnya sebagai berikut:
  • Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah,diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini ,siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang diberikan guru,karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
  • Kelompok ( team )
Kelompok biasanya terdiri atas empat sampai dengan lima orang siswa.Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
  • Game
Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok.Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor.Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu.Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapatkan skor.
  • Turnamen
Untuk memulai turnamen masing-masing peserta mengambil nomor undian. Siswa yang mendapatkan nomor terbesar sebagai reader 1,terbesar kedua sebagai chalennger 1,terbesar ketiga sebagai chalenger 2,terbesar keempat  sebagai chalenger 3.Dan kalau jumlah peserta dalam kelompok itu lima orang maka yang mendapatkan nomor terendah sebagai reader2.Reader 1 tugasnya membaca soal dan menjawab soal pada kesempatan yang pertama. Chalenger 1 tugasnya menjawab soal yang dibacakan oleh reader1 apabila menurut chalenger 1 jawaban reader 1 salah. Chalenger 2 tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 tadi apabila jawaban reader 1 dan chalenger 1 menurut chalenger 2 salah. Chalenger 3 tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 apabila jawaban reader1,chalenger 1,chalenger 2 menurut chalenger 3 salah. Reader 2 tugasnya adalah membacakan kunci jawaban .Permainan dilanjutkan pada soal nomor dua.Posisi peserta berubah searah jarum jam.Yang tadi menjadi chalenger 1 sekarang menjadi reader1,chalenger 2 menjadi chalenger 1,chalenger3 menjadi chalenger 2,reader 2 menjadi chalenger 3 dan reader 1 menjadi reader2. Hal itu terus dilakukan sebanyak jumlah soal yang disediakan guru.
  • Penghargaan kelompok (team recognise)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang,masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.